d4rk_wizard'07 FreeStyle

Let's ngeGo-Blog. . . GoBLOG ;)

Tunjuk tangan siapa yang tak pernah bosan dalam hidupnya? Hampir
semua orang pernah mengalami kejenuhan. Baik kebosanan yang
sementara maupun kebosanan yang setelah berhari-hari tak kunjung
berlalu. Nah, yang ingin saya bicarakan adalah kebosanan yang "tak
bisa diusir" ini.

Pada dasarnya -menurut saya- kebosanan hanya disebabkan oleh satu
hal : "kehilangan cita". Orang kehilangan 'cita' bisa karena sudah
mapan alias telah mendapatkan mimpinya dan tak punya impian lebih
lagi atau bisa juga begitu putus asa hingga takut berharap dan
berhenti bermimpi. Akibatnya, tak mampu lagi menemukan hal menarik
dalam hidup ini, lalu kemudian kehilangan gairah dan akhirnya
merasa datar. Bosan ah!

kata Pramoedya Ananta Toer (lagi-lagi Pram yah :-)), bahwa cita
menimbulkan perjuangan. Dan perjuangan selalu berbarengan dengan
penderitaan. Karena ada cita lah maka orang ingin berjuang. Dan
penderitaan oleh cita adalah penderitaan yang membahagiakan. Jadi,
jika anda sedang bosan, mungkin anda perlu bertanya: "Apakah saya
sudah berhenti bermimpi? dan telah menjadi manusia yang kehilangan
tujuan hidup?"

Tentang tujuan hidup, semua orang tahu bahwa semua manusia inginkan
kebahagiaan. Entah itu kebahagiaan duniawi, seperti karir,
kekayaan, kekuasaan, dsb atau kebahagiaan surgawi, seperti rasa aman, damai,
keinginan memberi, mencintai, dsb. Secara naluriah, setiap orang
merasa 'sayang' menyia-nyiakan hidup yang sementara ini untuk tidak
berjuang mendapatkan apapun dari kehidupan ini. seperti kata
Goenawan Moehammad dalam salah satu catatan pinggirnya berjudul
kereta, bahwa yang "sementara" itu justru lebih menarik dari yang
abadi. Yah, seperti hidup kita di bumi ini yang -hampir setiap
orang rasa -lebih menarik daripada kehidupan sesudah kematian. Ibarat
perjalanan dalam kereta, pemandangan diluar (dari jendela) lebih
mengesankan daripada kota tujuan kereta itu sendiri. Orang-orang
dalam kereta lebih menikmati perjalanannya (yang justru bukan dalam
kereta tapi pemandangan diluar yang hanya sekelebat-lebat saja),
dan ketika akhirnya sampai di kota tujuan justru merasainya
sebagai "momen perpisahan".

Dalam "perjalanan" inilah kita seringkali dilanda kebosanan. Dan
jika ditelusuri lebih jauh, kebosanan itu sebenarnya - menurut
saya-timbul karena "ketakutan-ketakutan" dalam diri kita. Setiap orang
memiliki ketakutan-ketakutan nya sendiri. Orang kaya takut hilang
hartanya, anak kecil takut dalam kegelapan, pengusaha takut
bangkrut, gadis yang beranjak tua takut tidak mendapat jodoh
selamanya, dsb. Diakui atau tidak, ada begitu banyak "ketakutan"
dalam hidup kita. Dan orang yang kalah dengan ketakutannya inilah
yang akan menjadi orang-orang yang kehilangan harapan akan adanya
perubahan, lalu kemudian mengalami kebosanan dalam hidupnya.

Mochtar Lubis dalam romannya Jalan Tak ada Ujung, mengatakan setiap orang
harus berani hidup dengan ketakutan-ketakutan nya. Berdamai dengan
ketakutan-ketakutan kita,saya yakin merupakan sebuah upaya untuk
mengatasi kebosanan. Sebab perdamaian itu membuat kita sanggup
menerima apa yang ada di hadapan kita dan akhirnya membuat kita
sanggup menikmati hidup.Jika kita menikmati hidup ini, tentu kita
tidak layak lagi menyebut diri mengalami kebosanan.

Harapan, memegang peranan besar terhadap kebosanan kita.
Orang-orang yang kehilangan kemampuan berharap lah yang hampir pasti sering
mengalami kebosanan. Orang yang masih sanggup berharap pada
perubahan, hampir dipastikan selalu memiliki semangat perjuangan,
dan mampu menikmati penderitaan yang membahagiakan seperti yang
dikatakan Pram. Namun, untuk berharap seringkali pula kita harus
kecewa terhadap kenyataan. Jika sudah melihat kenyataan, semua
harapan bisa sirna dalam sekejap, terbanting, terpental-pental dan
kehilangan daya tawarnya dalam sanubari kita. Jika, sudah begini,
seringkali agama dijadikan candu. Yah, mau tak mau, hidup ini
terlalu berat untuk dipikul sendirian. Terkadang memang perlu
melupakan kenyataan dan berharap pada Tuhan. Kepercayaan pada Sang
Penolong seringkali mampu menumbuhkan semangat hidup kita kembali.
Dan disadari atau tidak, semangat inilah yang menjadi modal utama
kita. Jika sudah berhadapan dengan kenyataan pahit seperti itu,
Lupakan kenyataan, dan berharaplah pada Tuhan!. Kedengarannya,
tidak realistis memang. Tapi, cobalah jawab pertanyaan saya ini : "Jika
semangat saja sudah sirna dari sanubari anda, masih realistiskah
mengaharapkan perubahan?"

0 comments:

Post a Comment

Followers

Jumlah Pengunjung

About this blog

Blog yang isinya macem-macem
Mulai dari Kehidupan gw yang gaq penting sampai isinya juga gaq penting, hehehe